Halaman

Minggu, 09 Desember 2012

SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK NOMOR SE-75/PJ/2008 TANGGAL 16 DESEMBER 2008 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-75/PJ/2008 TANGGAL 16 DESEMBER 2008
TENTANG
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH




Dengan ini disampaikan kepada Saudara salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Berkenaan dengan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
I.          Pelayanan permohonan restitusi yang diterima oleh KPP sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 ini antara lain:
            1.         Meneliti kelengkapan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN berupa Faktur Pajak dan/atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
            2.         Bukti-bukti atau dokumen pendukung untuk menguji keabsahan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir 1 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak.
            3.         Saat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak adalah saat diterimanya SPT Masa PPN dalam hal permohonan disampaikan melalui SPT Masa PPN dengan cara mengisi kolom yang telah tersedia, atau saat diterimanya surat permohonan dalam hal permohonan disampaikan melalui surat tersendiri.
            4.         Kelengkapan permohonan restitusi dapat disampaikan secara lengkap bersamaan dengan penyampaian permohonan atau disusulkan setelah disampaikannya permohonan pengembalian tetapi tidak melampaui jangka waktu 1 (satu) bulan sejak saat permohonan pengembalian diterima.
            5.         Mengingat bahwa batas waktu penyelesaian permohonan pengembalian bagi PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu adalah 12 (dua belas) bulan, sedangkan PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu diberikan waktu untuk memenuhi kelengkapan permohonan selama 1 bulan, dengan demikian jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian pembayaran pajak untuk PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu, oleh KPP praktis hanya 11 bulan.
            6.         Dalam rangka pelayanan kepada Wajib Pajak, Kepala KPP dapat menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan restitusi kepada PKP agar permohonan pengembalian yang diajukannya dapat segera diproses. Dalam hal Kepala KPP menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan restitusi, disarankan agar surat tersebut disampaikan melalui faksimili sehingga PKP dapat segera memenuhi.
            7.         Dalam hal PKP selain PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu tidak menyampaikan atau kurang menyampaikan kelengkapan permohonan restitusi sampai dengan jangka waktu untuk memenuhi kelengkapan permohonan pengembalian berakhir, maka permohonan pengembalian diproses berdasarkan kelengkapan yang ada/diterima.
            8.         Dalam hal permohonan pengembalian PKP diproses berdasarkan kelengkapan yang ada/diterima, maka Kepala KPP harus memberitahukan kepada PKP dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Permohonan Pengembalian diproses dengan berdasarkan kelengkapan yang ada/diterima. Penerbitan Surat Pemberitahuan oleh Kepala KPP paling lambat adalah saat disampaikannya pemberitahuan hasil pemeriksaan.
            9.         Dalam meneliti kelengkapan permohonan restitusi yang diterimanya, petugas atau pemeriksa pajak agar mencocokkan kelengkapan tersebut dengan lembar checklist bukti/dokumen kelengkapan permohonan pengembalian PPN yang dibuat PKP. Selain itu, petugas atau pemeriksa pajak juga harus mencantumkan jumlah masing-masing dokumen yang diterima. Demikian juga apabila terdapat kelengkapan yang masih harus disampaikan agar diberitahukan kepada PKP.
            10.        Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap.
            11.        Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP Kriteria Tertentu menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian.
            12.        Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan pengembalian.
II.          Pemeriksaan dalam rangka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
            1.         Tata Cara pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
            2.         Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi dari Masa Pajak sebelum PKP ditetapkan sebagai PKP Kriteria Tertentu atau sebelum PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu, Direktur Jenderal Pajak wajib melakukan pemeriksaan pajak atas SPT Masa PPN yang menunjukkan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan tersebut, pada kesempatan pertama sesuai ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
            3.         Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap PKP Kriteria Tertentu atau PKP Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
            4.         Pada saat pemeriksaan berlangsung, dalam hal diperlukan untuk lebih meyakinkan transaksi maka pemeriksa dapat meminta atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, atau dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan permohonan pengembalian yang diajukan PKP.
            5.         Apabila dalam melakukan pemeriksaan ditemukan adanya data ekspor atau impor yang tidak diyakini kebenarannya, maka:
                        a.         terhadap ekspor tersebut tidak dapat diterapkan pengenaan PPN dengan tarif 0% (nol persen);
                        b.         terhadap impor tersebut tidak dapat diakui pengkreditan Pajak Masukan-nya.
            6.         Yang dimaksud dengan tidak dapat diterapkan pengenaan PPN dengan tarif 0% (nol persen) bahwa ekspor yang dilaporkan oleh PKP dalam SPT Masa PPN Masa Pajak yang dimohonkan pengembaliannya:
                        a.         tidak dapat diakui sebagai ekspor karena tidak ada bukti atau dokumen yang dapat meyakinkan pemeriksa tentang kebenaran ekspor tersebut;
                        b.         apabila bukti atau dokumen yang ada atau diperoleh justru meyakinkan pemeriksa bahwa transaksi tersebut adalah penjualan dalam negeri atau lokal, maka atas transaksi tersebut diterapkan tarif 10% (sepuluh persen);
                        c.         apabila berdasarkan bukti atau dokumen yang ada, pemeriksa tidak dapat meyakini kebenaran ekspor sebagai ekspor maupun penyerahan dalam Daerah Pabean atau penjualan lokal, maka pemeriksa harus melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam terhadap kebenaran Pajak Masukan.
            7.         Dalam hal hasil pemeriksaan pada butir 6 huruf c, ternyata tidak terdapat data atau bukti apapun juga yang mendukung bahwa Pajak Masukan yang telah dikreditkan oleh PKP Faktur Pajaknya benar, baik secara formal maupun material, maka atas Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, atau pemeriksa dapat menindaklanjutinya dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pemeriksaan.
            8.         Agar pemeriksa meneliti SPT Masa PPN Masa Pajak yang dimintakan pengembalian oleh PKP, apakah terdapat penyerahan yang tidak dikenakan PPN (karena yang diserahkan bukan BKP/JKP), atau yang dibebaskan dari pengenaan PPN, atau penyerahan kepada PKP di Kawasan Berikat yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut, sehingga dapat diketahui apakah PKP telah melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan.
            9.         Dalam hal terdapat penyerahan kepada PKP di Kawasan Berikat, diminta agar pemeriksa meneliti kebenaran PKP sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB). Apakah BKP yang dibelinya dapat diberikan fasilitas PPN tidak dipungut. Demikian juga terhadap permohonan pengembalian yang diajukan oleh PKP penerima fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE) agar pemeriksa meneliti apakah terdapat penyerahan BKP kepada pengusaha di Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) mengingat PKP penerima fasilitas KITE sebenarnya harus mengekspor BKP hasil produksinya.
            10.        Agar pemeriksa memperhatikan data-data suspect list pada Surat Edaran tentang Daftar Penerbit Faktur Pajak Tidak Sah dan pada intranet DJP dan atau Surat Edaran lain yang berkenaan dengan pelaksanaan konfirmasi dan langkah-langkah penanganan Faktur Pajak Tidak Sah.
III.         Ketentuan Penutup dan Peralihan.
            1.         Dengan diberlakukannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dinyatakan tidak berlaku.
            2.         Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang belum diterbitkan surat keputusan untuk Masa Pajak sebelum Masa Pajak Januari 2008 yang diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak atau disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, diberlakukan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-122/PJ/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
            3.         Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang belum diterbitkan surat keputusan untuk Masa Pajak Januari 2008 dan Masa Pajak berikutnya berlaku ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
IV.        Lain-lain
            Agar dalam penyelesaian permohonan restitusi petugas pajak (kepala kantor, kepala seksi, Korlak/AR, pelaksana, ataupun pemeriksa pajak) mematuhi prosedur dan tata cara serta ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan penyelesaian permohonan restitusi tersebut, yang dimulai dari proses penerimaan SPT Masa PPN (baik sebagai permohonan pengembalian maupun sebagai kewajiban PKP untuk melaporkan kegiatannya), pemeriksaan, penerbitan SKPLB atau SKPPKP, sampai dengan proses penerbitan SPMKP.
Dengan terbitnya Surat Edaran ini, maka penegasan yang diberikan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.53/2006 tanggal 15 Agustus 2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dinyatakan tidak berlaku.
Demikian untuk dimaklumi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di     :           Jakarta
pada tanggal     :           16 Desember 2008

DIREKTUR JENDERAL,
            ttd
DARMIN NASUTION

SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK NOMOR SE-59/PJ/2010 TANGGAL 3 MEI 2010 TENTANG PENGGUNAAN APLIKASI E-SPT PPN 1107 SEHUBUNGAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-59/PJ/2010 TANGGAL 3 MEI 2010
TENTANG
PENGGUNAAN APLIKASI E-SPT PPN 1107 SEHUBUNGAN DENGAN BERLAKUNYA UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2009

Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-14/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) serta memperhatikan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-6/PJ/2009 tanggal 20 Januari 2009 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik, dengan ini disampaikan penegasan sebagai berikut:
1.         Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT tetap menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107 yang sudah ada sampai Formulir SPT Masa PPN yang baru selesai dibuat yang direncanakan digunakan paling lambat 1 Januari 2011.
2.         Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak kepada pembeli tanpa identitas dan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak dalam rangka penyerahan BKP kepada turis asing, pelaporan dalam aplikasi e-SPT PPN 1107 dilakukan dengan cara menggunggung nilai Dasar Pengenaan Pajak dan PPN-nya pada Lampiran 1107 A Bagian III “Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak Sederhana”.
3.         Bagi Pengusaha Kena Pajak Toko Ritel yang ditunjuk melakukan penyerahan kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107, wajib melampirkan Daftar Rincian Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada Lampiran PER-14/PJ/2010 tanggal 26 Maret 2010 secara manual. Daftar Rincian tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN Toko Ritel yang bersangkutan.
            Bagi Pengusaha Kena Pajak lainnya yang melakukan penyerahan kepada pembeli tanpa identitas (Nama dan NPWP pembeli tidak diisi) tidak wajib melampirkan daftar rinciannya pada saat menyampaikan e-SPT PPN 1107 tetapi cukup mengadministrasikan rincian yang dimaksud.
4.         Untuk mengakomodir apabila terjadi Nomor Faktur Pajak yang diinput dalam aplikasi e-SPT PPN 1107 A Bagian II “Penyerahan dalam Negeri Dengan Faktur Pajak” tidak berurutan, maka Wajib Pajak terlebih dahulu mengubah setting aplikasi e-SPT PPN 1107 pada Informasi Profile bagian Penomoran Faktur diubah menjadi Input Manual.
5.         Bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu sebagaimana dimaksud Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-79/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010, dan menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan aplikasi e-SPT PPN 1107 cara Penghitungan Norma, agar terlebih dahulu mengunduh aplikasi e-SPT PPN 1107 versi 3.1 yang dapat diperoleh pada portaldjp atau www.pajak.go.id. Penyesuaian dilakukan atas formulasi penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di     :           Jakarta
pada tanggal     :           3 Mei 2010

DIREKTUR JENDERAL,
            ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO

SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK NOMOR SE-37/PJ/2010 TANGGAL 10 MARET 2010 TENTANG PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-8/PJ/2010 TENTANG SAAT TERUTANGNYA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA DAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH ANTAR CABANG




SURAT EDARAN DIRJEN PAJAK
NOMOR SE-37/PJ/2010 TANGGAL 10 MARET 2010
TENTANG
PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-8/PJ/2010 TENTANG SAAT TERUTANGNYA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH DARI PUSAT KE CABANG ATAU SEBALIKNYA DAN PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK YANG TERGOLONG MEWAH ANTAR CABANG

Bersama ini disampaikan salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-8/PJ/2010 tentang Saat Terutangnya Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang Atau Sebaliknya Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Antar Cabang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.         Dalam hal Pengusaha mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka Pengusaha tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada setiap tempat pajak terutang, kecuali dilakukan pemusatan tempat pajak terutang.
2.         Atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh Pengusaha Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah antar cabang, terutang Pajak Pertambahan Nilai.
3.         Dalam hal pusat atau cabang yang menyerahkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, atas penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (2) belum terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4.         Saat terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah sebagaimana dimaksud pada angka (3) ditetapkan pada saat penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari Pengusaha Kena Pajak pusat atau cabang kepada pihak lain.
5.         Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-428/PJ./2002 tentang Saat Terutangnya Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Dari Pusat Ke Cabang atau Sebaliknya dan Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Antar Cabang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
6.         Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di     :           Jakarta
pada tanggal     :           10 Maret 2010

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
            ttd
MOCHAMAD TJIPTARDJO